Karena saya
dibesarkan di kota kecil di Selatan selama masa depresi, saya mengalami cara
hidup yang rasanya seperti keadaan prasejarah menurut standar zaman sekarang.
Di toko makanan tempat saya
bekerja kami menjual gula tetes dengan takaran galon, dan mengambilnya dari
sebuah tong kayu besar. Pada masa itu, uang untuk pembeli permen dan gula-gula
boleh dikata tidak ada. Seorang anak kecil yang menyukai makanan manis-manis
dan sangat menggemari gula tetes sering datang ke toko. Dia selalu berjalan
beringsut-ingsut ke tong besar, mengangkat tutupnya, mencelupkan jari ke dalam
gula tetes, dan menjilatinya. Itulah permennya. Majikan saya berulang kali
memperingatkan dia untuk tidak melakukannya.
Pada suatu hari ketika majikan
benar-benar menangkap basah anak itu, dengan rasa kesal sekali dia mengangkat
anak kecil itu tinggi-tinggi dan menceburkannya ke dalam tong. Sementara anak
kecil itu tenggelam sampai tidak kelihatan, terdengar dia berdoa, “Ya Tuhan,
beri saya lidah yang setara dengan kesempatan ini!”
Ketika saya menulis atau bicara
saya berdoa semoga Tuhan memberi saya lidah (pena) yang setara dengan
kesempatannya. Kisah tentang gula tetes itu tentu saja sebuah lelucon, tetapi
bukan lelucon ketika saya mengatakan kepada anda bahwa kesempatan kerap kali
datang kepada orang yang sayangnya tidak siap untuk menyambutnya. Nasehat dan
keyakinan saya adalah bahwa kalau anda siap untuk menyambut kesempatan,
kesempatan akan selalu siap untuk anda.
Langkah-langka Tindakan
1 1. Hari ini saya akan mempersiapkan diri untuk
kesempatan yang pasti akan datang kepada saya.
2. Hari ini saya akan __________________________________________________________
________________________________________________________________________
Kesempatan berlipat
ganda ketika ditangkap,
Kesempatan mati kalau
diabaikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar